1. Wakapolri Gatot Edi, alumni Akpol 88 A, kelahiran 28 Juni 1965, masa dinas 30 bulan lagi, dan pernah menjadi Kapolda Metro Jaya. (Komjen Senior)
2. Kepala BNPT Boy Rafli, alumni akpol 88 B, kelahiran 25 Maret 1965, pernah menjadi Kapolda Banten dan Kapolda Papua dan banyak menyelesaikan kasus terorisme anarkisme (Komjen Senior)
3. Kabareskrim Sigit Listyo, alumni akpol 91, lahir 5 Mei 1969, dan pernah menjadi Kapolda Banten. Muncul kontroversial terhadap keberadaannya, di antaranya masa pensiun yang masih cukup lama, yakni hingga Mei 2027 (Komjen Junior)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari ketiga nama tersebut, Seknas IM memperkirakan bahwa presiden Jokowi akan memilih komjend senior sebagai kapolri pengganti idham Aziz.
“Jadi hasil dialog saya dan teman teman Seknas IM bahwa ada satu jenderal bintang tiga Junior dan dua bintang tiga senior. Ketiga nama ini masih sedang di kaji, dengan masukan nama nama calon dari Wanjakti Polri maupun Kompolnas. Namun prediksi kami bahwa Presiden Jokowi akan memilih figur jenderal senior sebagai Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis,” pungkas Rusdi.
Disebutkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) Pasal 38 ayat (1) huruf b menjelaskan, Kompolnas bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Merujuk pasal 11 ayat (6) UU Polri, calon kapolri merupakan perwira tinggi (pati) Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan karier.
“Setelah kami bahas pasal 11 ayat (6) UU nomor 2 tahun 2002, jadi memang jenjang karier dan kepangkatan harus menjadi kriteria utama. Oleh sebab itu, prediksi nya pak jokowi akan memilih bintang tiga senior” pungkasnya.
Keterangan :
Dialog Pemuda Indonesia Yang Tergabung Dalam Seknas Indonesia Maju.
Meskipun nyaring bahwa sudah ada dua calon kuat yang di pegang istana, seperti yang dikatakan oleh Nata S. Pane (Presidium IPW) namun berbeda dengan Seknas Indonesia Maju yang masih yakin bahwa peta tetap akan berubah sebab harus memilih yang betul betul mumpuni memimpin polri.
“Nama nama yang di sodorkan bias saja berubah, karena sampai hari ini masih dalam tahap seleksi yang ketat. Jadi tidak seperti saat Idham Azis menjadi Kapolri, yang tidak melalui proses Wanjakti. Nama Idham Azis diperoleh Presiden hanya melalui usulan Kompolnas,” ungkapnya.
Di era digitalisasi sekarang ini, dia menuturkan tantangan tugas Polri harus menghadapi dampak Covid-19 dan setelah Covid 19, menghadapi maraknya kelompok radikal, intoleransi, terorisme, sparatisme dan sebagainya.
“Syarat wajib kapolri yang baru, harus menuntaskan komunikasi ke atas dan ke bawah dalam tubuh polri. Jika Kapolri baru tak bisa mengkonsolidasikan Polri dengan kapabilitas dan jam terbang yang tinggi, tentu akan memperlambat kinerja. Ditambah lagi jika tidak smart membaca dinamika sosial baik langsung ataupun secara digital tentu akan mengacaukan hubungan masyarakat dengan pemerintah dan justru akan membuat Presiden Jokowi kerepotan,” Tutup Rusdi. ( R )
Halaman : 1 2