Abdul Muis saat dikonfirmasi juga membenarkan bahwa ia bersama Muhammad Taufik melerai atas serangan yang dilakukan oleh Maisyarah kepada NoorJanah.
“Ya benar, disaat itu saya berdua Muhammad Taufik yang melerai. Kalau tidak di lerai dapat dipastikan Noorjannah bisa celaka,” kata Abdul Muis saat di temui awak Media di kantor Kejari Banjarmasin, Senin (26/02/2024).
Muis menjelaskan di saat itu dirinya melerai Noorjanah dan Muhammad Taufik melerai Maisyarah dengan menariknya dengan tujuan supaya jangan sampai mencelakai Noorjannah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Baik saya, maupun Muhammad Taufik hanya melerai, kami tidak ada memukul siapapun saat itu, kami hanya melerai,” tegasnya.
Pengacara H. Aspihani Ideris, S.AP, SH, MH menyesalkan atas langkah yang dilakukan oleh penyidik Polresta Banjarmasin dalam menetapkan seorang sebagai tersangka.
“Seharusnya dilakukan gelar perkara dulu sebelum menahan dan menjadikan seseorang sebagai tersangka. Apalagi orang tersebut di pasang pasal 170 KUHP,” kata Habib Aspihani saat di temui di Kejari Banjarmasin saat mendampingi kliennya masa tahap 2 penyerahan ke Kejaksaan.
“Dari kacamata hukum dan pemahaman saya, seseorang membela diri maupun melerai orang yang bakal mengancam keselamatan diri itu tidak bisa di pidana. Kan Noorjanah dan Muhammad Taufik itu membela diri, sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, penyidik harus mengkaji dulu apa makna dari membela diri, kan utama dari membela diri itu adalah melindungi diri sendiri atau orang lain dari serangan, bukan untuk melakukan balas dendam atau melampiaskan kebencian,” tutur Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini.
Coba kita lihat Pasal 49 ayat (1) KUHP yang menyebutkan: “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.
Apalagi kata Habib Aspihani, penyidik hanya menempatkan Pasal 170 yaitu pasal tunggal, dan penempatan pasal 170 KUHP tersebut, kata Habib adalah cacat hukum.
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP ditentukan mengenai 5 alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
“Setahu saya untuk menetap seseorang menjadi tersangka merupakan tahapan lanjutan yang syaratnya hanya dapat dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup. Minimal dua alat bukti kan? Karenanya kami meragukan kebenaran alat bukti yang di sudurkan ke kejaksaan sehingga sudah P-21. Biarlah nanti kita buktikan kebenarannya di Pengadilan,” tuntasnya.
Halaman : 1 2