Jawa Tengah, Online-Indonesia.com
Bondo merupakan salah satu Desa di Kecamatan Bangsri dibawah adminstrasi Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Disana ada berbagai potensi wisata disana, seperti wisata bahari dan wisata rohani, yang kalau dikelolah dengan lebih baik oleh masyarakat dan pemerintah setempat, hal ini akan sangat berdampak positif buat masyarakat dan pemerintah setempat dan Jepara akan semakin dikenal ke manca negara bukan hanya ukirannya saja.
Dikutip dari sistem informasi desa Bondo. Di tahun 1860 seorang pria bernama Laut Gunowongso yang berasal dari Simongan, Semarang bekerja dan menetap di cumbring, Jepara. Suatu malam dia bermimpi bertemu dengan orang tua yang mengenakan pakaian hitam, dan memintanya membangun perdukuhan di sebelah utara Jepara. Setelah berpikir dan diberi izin oleh istrinya, Gunowongso mulai berjalan ke arah utara dengan 8 pengikutnya. Setelah melalui perjalanan yang jauh, rombongan Gunowongso beristirahat dibawah pohon jati besar yang terletak tidak jauh dari laut. Gunowongso menetapkan Daerah yang menjadi tempat istirahatnya ini menjadi Hutan Bondo yang akan dibuat pedukuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tahun 1865 Daerah Bondo mulai dihuni oleh kerabat Gunowongso dari Cumbring. Setelah itu Bondo menjadi daerah yang makmur dengan dibukanya lahan pertanian. Sahabat Gunowongso yang bernama Ibrahim Kiai Tunggul Wulung mendengar kabar bahwa sahabatnya telah membuka perdukuhan. Mendengar kabar tersebut Tunggul Wulung pergi ke Bondo dan meminta izin kepada Gunowongso untuk membuka hutan disebelah utara tempat tinggalnya, dan Gunowongso mengizinkannya. Tunggul Wulung berhasil membuka hutan dan membuat perdukuhan baru yang diberi nama Ujung Jati.
Nama Tunggul Wulung bagi para pemerhati sejarah umum maupun sejarah Gereja sudah tidak asing lagi.. sebagaimana ditulis dalam Wikipedia. Ibrahim Tunggul LP Wulung (1800-1885) adalah seorang penginjil pribumi pada awal abad ke-19 di kawasan Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Kekristenan di Pulau Jawa sendiri tidak lepas dari peran para penginjil awam seperti F.L. Anthing, C.V. Stevens-Philips dan para penginjil pribumi seperti Kiai Sadrach, Paulus Tosari serta Kiai Ibrahim Tunggul Wulung pada masa itu.
Sejarah mencatat, dalam perkembangan gereja-gereja yang didirikan olah orang-orang awam dan penginjil Jawa bersifat integratif. Mereka mendorong orang-orang Jawa untuk tetap menjadi bagian dari budaya dan masyarakat mereka, oleh sebab itu jemaat ini dapat tumbuh secara pesat. Jemaat ini pulalah yang dikembangkan oleh Kiai Ibrahim Tunggul Wulung di kawasan Gunung Muria.
Halaman : 1 2 Selanjutnya