Leluhur kita sudah memilah tingkat dan kualitas pemimpin berdasarkan Cakra yang ada pada diri kita. Ajaran Leluhur Bangsa Nusantara telah mengklasifikasi Cakra di tubuh kita denan beberapa titik, yaitu dari Level pertama, atau yang yang terendah adalah MANDALA KASUNGKA, dimana seseorang masih berpikir mencapai gaya hidup mewah, pikiranya masih dikuasai oleh Nafsu Sex yang tidak sewajarnya, Gaya Hidup hedon yang berlebihan, Gila akan kekuasaan dan ingin menguasai baik wilayah maupun manusia lainnya, serta sikap yang masih bersifat kebinatangan. Cakra ini terletak sekitar kemaluan. Level kedua adalah MANDALA SEBA, dimana seorang masih memikirkan dirinya sendiri, tidak mempedulikan orang lain. Tentunya hal buruk pada level ini tidak separah di level pertama. Letak Cakra ini berada pada pusat bagian perut. DI Level Ketiga, terdapat MANDALA RAJA, dimana manusia level tersebut mempunyai konsep dan berpikir mengenai Kebijakan dan Kebajikan. Letak Cakranya di sekitar Ulu Hati. Meningkat pada Level ke empat, yang disebut MANDALA WENING, dimana manusia pada level ini sudah menyadari dan memahami maknsa Kasih Sayang atau Welas Asih. Posisi Cakranya ada pada dada. Di level berikutnya atau Level ke Lima, disebut MANDALA WANGI, yang hanya bisa dicapai oleh orang yang memahami nilai Kebenaran. Cakra level ini terletak di sekitar leher. Pada level berikut, yang sebenarnya mutlak harus dimiliki oleh para pemimpin adalah MANDALA AGUNG, dimana manusai pada level ini sudah mampu berfikir dan berorientasi kepada nilai-nlai kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya bukan jargon klise dan topeng pembalut dusta yang dikenakan agar memperoleh pengakuan sebagai manusia berperilaku mulia ini. Cakra level ini terletak pada dahi. Sedangkan Level terakhir atau level tertinggi adalah MANDALA HYANG, dimana seseorang sudah berpikir di tingkat Kesemestaan. Sudah tidak lagi memillki syahwat keduniawian. Cakra level ini berada pada ubun-ubun atau puncak tertinggi pada diri manusia.
Sungguh luar biasa leluhur kita meninggalkan warisan kearifan lokal untuk menjadi manusia yang ideal, khususnya untuk menjadi seorang pemimpin. Tidak mudah pastinya untuk mencapai level-level yang ideal dalam urutannya tersebut, namun kita bisa mengambil nilai-nilai kebaikan yang terdapat padanya. Jaman sudah berubah, kemajuan sains dan teknologi banyak merubah pola pikir manusia. Namun pada fitrahnya, manusia tetap sama. Tinggal bagaimana kita mampu meramunya menjadi sebuah konsep dan pola pikir kehidupan yang ideal, serta menjadikan setiap olah pikir, ucap dan tidak kita menjadi sebuah manfaat yang berharga untuk khalayak. Sukses atau gagalnya seseorang bukan terletak pada tinggi rendahnya level dalam strata sosial di masyarakat, namun pada level mana integritas kita sebagai manusia dapat bersandar dengan baik.
Salah satu kata warisan leluhur kita yang harus kita pegang adalah kualat. Sering kit dengar petua atau nasehat orang tua agar kita selalu menjaga diri kita dari sifat dan sikap tidak terpuj, jika tidak ingin kualat di kemudian hari. Meski terdengar jadul dan erat dengan katabuan, kualat bukan kata yang tidak relevan dengan jaman kekinian. Sudah banyak pejabat dan petinggi negeri ini harus berujung pada kekualatan dari hasil perbuatannya. Mungkin dengan bahasa lugas dan sedikit kampungan agar kita semua bisa tersadar, bahwa diri kita adalah refleksi pola pikir, pola ucap dan pola tidak kita sendiri. Kita mampu menjaga diri kita pada level yang baik, atau kita akan termakan oleh kata kualat yang kita bangun dan kita pelihara akibat pebuatan buruk kita sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rully Rahadian
Pemerhati Intelijen dan Budaya
Halaman : 1 2