Kualat Akibat Syahwat
Akhir-akhir ini kita sering dikejutkan dengan berita-berita yang sarat dengan aib. Bagaimana tidak, tiba-tiba tayang di televisi, seorang menteri, pimpinan daerah, anggota lembaga tinggi Negara, pimpinan BUMN dan lain sebagainya sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi melalui operasi tangkap tangan. Tentunya kalangan pers tidak tinggal diam menerima mentah-mentah informasi dari pihak yang berwenang, sejumlah jurus investigasi dijalankan, dan membludaklah segala bentuk aib yang dilakukan oleh pesakitan tersebut.
Jika kasus utama dianggap aib, anggaplah hal tersebut sudah sangat memalukan bagi dirinya sendiri dan keluarganya, ditambah pula hasil temuan pers dan informasi dari masyarakat bahwa tindak aibnya tidak hanya sampai disitu. Ternyata masih banyak sederet perilaku minus yang dilakukannya, seperti menyalahgunakan jabatannya untuk sebuah keuntungan, perilaku hedon berlebihan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pemimpin yang seharusnya hidup bersahaja sebagai panutan masyarakat. Ditambah lagi simpanan hidup” yang dirumahkan dengan faslitas gaya hidup mewah tersebar di setiap penjuru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagaimana tidak membuat masyarakat miris, ucapan dan tindakan dalam balutan topeng yang ciamik ternyata menyimpan borok yang baunya sedikit-demi sedikit keluar melalui celah yang ada, dan membuncah pecah menjadi polusi udara bebas yang kenyatannya juga bukan udara segar, dan mengganggu ruang napas publik yang juga kini sangat terbatas. Borok yang dibongkar dan semakin ditoreh lebih dalam lagi sebagai sangsi sosial akibat perbuatannya sendiri.
Memang tidak mudah menjadi seorang pemimpin di kaki langit manapun juga. Masyarakat menuntut integritas yang lengkap bagi sosok yang menjadi panutan dan saluran untuk menjalankan amanahnya. Menjadi seorang Pemimpin adalah tanggung jawab yang sangat berat, terutama mempertanggungjawabkan jabatannya menjadi sebuah amanah yang harus memakai kacamata kuda, sehingga tidak terpengaruh lambaian tangan setan di kanan, kiri, depan, belakang, yang seharusnya disadari oleh si pempin itu, bahwa keempat kutub di lingkar luar dirinya tersebut dijaga oleh malaikat yang selalu mengingatkan dirinya agar tidak berbuat nista. Ini barangkali sebuah bahasa naïf, namun dalam logika berpikir orang dewasa selalu ada perbandingan dan pertimbangan baik-buruk di dirinya. Tinggal bagiaimana ia memutuskan langkah apa yang diambil, serta akibat apa yang akan ia terima sesuai keputusannya.
Jika kita mengenal kuliner ayam geprek yang sekarang ada di setiap kawasan, level kepedasan yang ditawarkan oleh penjualnya dapat kita sesuaikan dengan kemampuan perut kita mengolahnya. Leluhur kita pun mempunyai sebuah formulasi yang sangat hebat, dimana seorang pemimpin pun ada levelnya seperti ayam geprek. Kita bisa mengukur kadar dan level kepempimpinan kita seperti kita memilih level pedasnya ayam geprek, sehingga kita tahu berada dimana level kita sebagai seorang pemimpin. Bedanya, level kepempinan ini bisa kita pelajari dan terus kita tingkatkan levelnya tanpa berakibat negatif pada tubuh kita, bahkan sebaliknya. Sedangkan menyantap ayam geprek kita tidak perlu pelajari lagi agar kita mampu mengejar pedas level tinggi, alih-alih kita akan menderita diare karena kita terus menjajal tingkat kepedasan kita yang sudah tertakar sebelumnya, agar bisa menyantap ayam geprek dengan level pedas tertinggi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya