Jakarta, Liputan86.com – Pengurus Pusat Ikatan Alumi Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ) merilis refleksi akhir tahun terkait kebijakan dan permasalah pendidikan kita selama satu tahun lalu. Rilis yang ditandatangani oleh Juri Ardiantoro sebagai Ketua Umum dan Suherman Saji sebagai Sekretaris Jenderal yang salah satunya dikirim ke perkumpulan Media Independen Online (MIO Indonesia) itu menyoroti kebijakan Merdeka Belajar Nadiem Makarim dan permasalahan pendidikan kita selama pandemi COVID-19.
IKA UNJ menilai ada dua sumber utama yang mempengaruhi kebijakan dan praktik dunia pendidikan di Indonesia sepanjang satu tahun terkahir.
Pertama, penunjukan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan kebudayaan yang kemudian memperkenalkan kebijakan “Merdeka Belajar”. Kebijakan Merdeka Belajar bercita-cita hendak merevolusi sistem pendidikan yang menekankan pada aspek kemampuan kognitif dan karakter masing-masing anak didik, menciptakan keadilan pendidikan antar daerah, dan juga agar dapat menghadapi era teknologi digital yang berkembang sangat cepat. Namun demikian, PP IKA UNJ melihat bahwa pada sisi yang lain Merdeka Belajar menimbulkan kontroversi yang tidak sederhana, baik dari sisi hak kepemilikan konsep, konsep itu sendiri, perencanaan maupun bagaimana pengimplementasiannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedua, pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 menambah kompleksitas permasalahan Merdeka Belajar ini. Pandemi ini bukan saja mengubah skenario penerapan Merdeka Balajar saja, tetapi juga aspek-aspek lain dari sistem pendidikan kita. Aspek kesehatan tentu saja paling utama, yakni menjaga jangan sampai para pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik mengalami penularan covid-19 dari proses belajar mengajar. Dengan demikian, belajar tatap muka ditiadakan dan dengan bantuan teknologi belajar diselenggarakan secara daring atau jarak jauh.
IKA UNJ juga mempertanyakan bagaimana kebijakan Merdeka Belajar ini dapat berjalan di tengah pandemik ini dimana ‘jantung” pendidikan kita, yakni proses belajar mengajar tidak dapat berjalan secara normal.
IKA UNJ menilai bahwa bantuan teknologi memang dapat mengatasi proses belajar mengajar ini, tetapi teknologi tidak dapat menggantikan esensi proses belajar mengajar, yakni ada transformasi nilai-nilai yang bersumber dari pola interkasi guru/dosen dengan siswa/mahasiswa. Belum lagi, IKA UNJ melihat kenyataan bahwa tidak semua daerah dan siswa memiliki infrastruktur teknologi yang memadai.
Halaman : 1 2 Selanjutnya